Menteri Pekerjaan Umum baru-baru ini telah meluncurkan peta zonasi gempa Indonesia yang baru. Menurut Ketua Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, Prof. Ir. Mahsyur Irsam, MSE.,PhD, berdasarkan peta sebelumnya gempa di batuan dasar di wilayah Jakarta berada dalam zona kerawanan sebesar 0,15 g, sedangkan sekarang masuk 0,3 g. “Tetapi dengan perhitungan sampai permukaan tanah hasilnya tidak jauh berbeda, ada peningkatan tetapi tidak ekstrim”, ujar Mahsyur Irsam.
Gambar Tim Revisi Peta Gempa 2010 menghadap Mentri PU
Peta gempa yang baru-baru ini direvisi bertujuan agar perhitungan konstruksi terhadap beban gempa lebih akurat sehingga mengurangi resiko korban jiwa dan kerugian material.
Perbedaan Peta Terbaru dan Lama
Secara umum terdapat perbedaan mendasar antara peta zonasi gempa indonesia sebelumnya dan yang terbaru. Ketua Tim Revisi gempa Indonesia, Prof. Ir. Mahsyur Irsam, MSE.,PhD menjelaskan bahwa peta tahun 2010 ini memiliki periode ulang gempa mencakup 2500 tahun. Tetapi periode periode gempa 500 tahun dan 1000 tahun juga ada, tinggal tergantung kebutuhan penggunaan peta. Kalau jembatan bentang ada yang didesain hingga periode ulang gempa 1000 tahun. Sedangkan peta yang lama (tahun 2002) hanya mencakup periode ulang gempa 500 tahun.
Kalau dulu hanya percepatan maksimum di batuan dasar tetapi sekarang percepatan maksimum dan respon spektra di batuan dasar. Respon spektra hubungannya dengan kandungan frekuensi, jadi dengan adanya respon spektra sudah mencerminkan kandungan frekuensi goyangan gelombang gempa di batuan dasar. “ini terutama dibutuhkan untuk perencanaan gedung”, jelas Mahsyur Irsam yang merupakan staf pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung (ITB).
Sekarang untuk satu periode ulang yang sama peta bisa digunakan untuk semua jenis bangunan seperti gedung / infrastruktur jalan, bendungan dan jembatan. Sedangkan peta terdahulu hanya memiliki 1 jenis periode ulang saja yaitu 500 tahun, tetapi petanya dibeda-bedakan berdasarkan jenis bangunan yaitu untuk gedung dan infrastruktur.
Peta terbaru yang dihasilkan ada 9 buah, yaitu masing-masing 3 peta untuk periode ulang 500, 1000, dan 2500 tahun. Masing-masing 3 itu terdiri dari percepatan maksimum, respon spektra 0,2 detik dan respon spektra 1 detik. Akibatnya cara perhitungan struktur bangunan untuk menghadapi gempa juga turut berubah. Sama seperti sistem sebelumnya, peta terbaru ini hanya memberikan zonasi gempa di batuan dasar, sedangkan bangunan ada di atas permukaan tanah. Karenanya kedalaman batuan dasar dan jenis tanah yang berlapis-lapis mempengaruhi kekuatan gempa yang mengguncang suatu bangunan pada suatu wilayah. Untuk keperluan perhitungan dikeluarkan faktor koreksi tanah untuk mendapatkan nilai besaran gempa di permukaan tanah. Segera setelah diluncurkan peta zonasi gempa ini akan ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) yang juga termasuk di dalamnya penetapan faktor koreksi tadi dan juga terkait material bangunan tahan gempa. Rencananya di penghujung tahun 2010 ini SNI sudah bisa ditetapkan.
Arti Warna Pada Peta
Di dalam peta zonasi gempa ini, ada wilayah yang diberi warna biru, kuning, serta merah hingga warna gelap keunguan. Biru dan kuning menandakan kalau wilayah tersebut memiliki tingkat respon spektra atau bahaya gempa yang relativ sangat rendah.
Sedangkan wilayah dengan warna merah menunjukkan kalau daerah tersebut struktur batuan dasar dan tanahnya lebih sensitif terhadap getaran. Kondisi ini dapat menimbulkan gempa dengan daya rusak lebih besar jika terjadi pergeseran atau getaran di perut bumi. Warna gelap keunguan menandakan tingkat kerusakan akibat gempa yang mungkin terjadi paling tinggi.
Untuk pembuatan peta gempa 2010 ini Kementrian Pekerjaan Umum membentuk tim kerja yang terdiri dari para pakar di bidangnya, yang berasal dari Institut Teknologi Bandung(ITB), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Anggota Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 antara lain:
Prof. Masyhur Irsyam – (Ketua – Geoteknik Kegempaan – ITB),
Dr. I Wayan Sengara – (Wakil Ketua – Geoteknik Kegempaan – ITB),
Fahmi Aldiamar, ST., MT. (Sekertaris – Geoteknik Kegempaan – PU),
Ir. M. Ridwan Dpl.E.Eng (Geologi – PU),
Ir. Engkon K. Kertapati (Geologi – Badan Geologi),
Danny H. Natawidjaja, PhD (Geologi – LIPI),
Prof. Sri Widiyantoro (Seismologi – ITB),
Wahyu Triyoso, PhD (Seismologi – ITB),
Drs. Suhardjono (Seismologi – BMKG),
Dr. Irwan Meilano (Crustal Deformation – ITB),
Ir. M. Asrurifak, MT (Geoteknik Kegempaan – ITB).
Pustaka :
Rahmat HT, Majalah Tren Konstruksi edisi Agustus
Comments